BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia terdiri dari sejumlah besar kelompok etnis, budaya, agama, dan lain-lain sehingga Indonesia dapat disebut sebagai masyarakat Multikultural. Adanya perbedaan-perbedaan dalam berbagai bidang, terutama suku bangsa dan ras, agama dan keyakinan, ideologi, adat kesopanan, serta situasi ekonomi dalam masyarakat menjadi sesuatu yang dapat memunculkan konflik diantara masyarakat itu, dalam perbedaan dan keragaman yang ada itu, manusia tetap memiliki satu kedudukan yang sama dan satu tingkatan hierarki yang secara tidak langsung membuat masyarakat hidup rukun dan berdampingan.
Suku bangsa yang menempati wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke sangat beragam. Sedangkan perbedaan ras muncul karena adanya pengelompokan besar manusia yang memiliki ciri-ciri biologis lahiriah yang sama seperti rambut, warna kulit, ukuran-ukuran tubuh, mata, ukuran kepala, dan lain sebagainya.
Masyarakat kita berada di golongan tingkat ekonomi menengah kebawah serta merupakan masyarakat yang majemuk dengan bermacam tingkat, pangkat, dan strata sosial yang hierarkis. Hal ini tentu saja menjadi sebuah pemicu adanya kesenjangan yang tak dapat dihindari lagi.
Masyarakat kita berada di golongan tingkat ekonomi menengah kebawah serta merupakan masyarakat yang majemuk dengan bermacam tingkat, pangkat, dan strata sosial yang hierarkis. Hal ini tentu saja menjadi sebuah pemicu adanya kesenjangan yang tak dapat dihindari lagi.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah makna keragaman dan kesederajatan?
2. Bagaimana unsur-unsur keragaman dalam masyarakat Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh keragaman terhadap kehidupan beragama, bermasyarakat, bernegara, dan kehidupan Global?
4. Mengapa terjadi problematika diskriminasi?
C. Maksud dan Tujuan
Maksud dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan Manusia, Keragaman dan Kesederajatan dalam kehidupan masyarakat serta dampak yang dialami oleh masyarakat karena hal tersebut. Sedangkan tujuan dibuatnya makalah ini adalah memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Keragaman dan Kesederajatan
a) Makna Keragaman
Keragaman berasal dari kata ragam yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya :
1) Tingkah laku;
2) Macam, jenis;
3) Lagu: musik; langgam;
4) Warna, corak, ragi;
5) Tata bahasa
Keragaman adalah suatu kondisi dalam masyarakat di mana terdapat perbedaan-perbedaan dalam berbagai bidang, terutama suku bangsa dan ras, agama dan keyakinan, ideologi, adat kesopanan, serta situasi ekonomi.
b) Makna Kesederajatan
Kesederajatan berasal dari kata sederajat yang menurut KBBI artinya adalah sama tingkatan (pangkat, kedudukan). Dengan demikian konteks kesederajatan di sini adalah suatu kondisi di mana dalam perbedaan dan keragaman yang ada manusia tetap memiliki satu kedudukan yang sama dan satu tingkatan hierarki.
B. Unsur-unsur Keragaman dalam Masyarakat Indonesia
a) Suku Bangsa dan Ras
Suku bangsa yang menempati wilayah Indonesia dari Sabang sampai Marauke sangat beragam. Sedangkan perbedaan ras muncul karena adanya pengelompokan besar manusia yang memiliki ciri-ciri biologis lahiriah yang sama seperti rambut, warna kulit, ukuran-ukuran tubuh, mata, ukuran kepala, dan lain sebagainya.
Di Indonesia, terutama bagian barat mulai dari Sulawesi adalah termasuk ras Mongoloid Melayu Muda (Deutero Malayan Mongoloid). Kecuali Batak dan Toraja yang termasuk Mongoloid Melayu Tua (Proto Malayan Mongoloid). Sebelah Timur Indonesia termasuk ras Austroloid, termasuk bagian NTT. Sedangkan kelompok terbesar yang tidak termasuk kelompok pribumi adalah golongan China yang termasuk Astratic Mongoloid.
b) Agama dan Keyakinan
Agama mengandung arti ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan yang dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan panca indra, namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia seharai-hari (Harun Nasution:10 dalam Elly, dkk: 146).
Agama sebagai bentuk keyakinan memang sulit diukur secara tepat dan rinci. Hal ini pula yang barangkali menyulitkan para ahli untuk memberikan definisi yang tepat tentang agama. Namun apapun bentuk kepercayaan yang dianggap sebagai agama, tampaknya memang memiliki ciri umum yang hampir sama, baik dalam agama primitif maupun agama monoteisme. Menurut Robert H. Thouless, fakta menunjukan bahwa agama berpusat pada Tuhan atau dewa-dewa sebagai ukuran yang menentukan yang tak boleh diabaikan (Psikologi Agama: 14 dalam Elly, dkk: 147).
Masalah agama tak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Dalam praktiknya fungsi agama dalam masyarakat antara lain adalah:
1) Berfungsi edukatif: ajaran agama secara yuridis berfungsi menyuruh dan melarang
2) Berfungsi penyelamat
3) Berfungsi sebagai perdamaian
4) Berfungsi sebagai sosial kontrol
5) Berfungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas
6) Berfungsi transformatif
7) Berfungsi kreatif
8) Berfungsi sublimatif
Pada dasarnya agama dan keyakinan merupakan unsur penting dalam keragaman bangsa Indonesia. Hal ini terlihat dari banyaknya agama yang diakui di Indonesia.
c) Ideologi dan Politik
Ideologi ialah suatu istilah umum bagi sebuah gagasan yang berpengaruh kuat terhadap tingkah laku dalam situasi khusus karena merupakan kaitan antara tindakan dan kepercayaan yang fundamental. Ideologi membantu untuk lebih memperkuat landasan moral bagi sebuah tindakan. Politik mencakup baik konflik antara individu-individu dan kelompok untuk memperoleh kekuasaan, yang digunakan oleh pemenang bagi keuntungannya sendiri atas kerugian dari yang ditaklukan. Politik juga bermakna usaha untuk menegakkan ketertiban sosial.
Keragaman masyarakat Indonesia dalam ideologi dan politik dapat dilihat dari banyaknya partai politik sejak berakhirnya orde lama. Meskipun pada dasarnya Indonesia hanya mengakui satu ideologi, yaitu Pancasila yang benar-benar mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia.
d) Tata Krama
Tata krama berasal dari bahasa Jawa yang berarti “adat sopan santun, basa-basi” pada dasrnya ialah segala tindakan, perilaku, adat istiadat, tegur sapa, ucap dan cakap sesuai kaidah atau norma tertentu.
Tata krama dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat dan terdiri dari aturan-aturan yang kalau dipatuhi diharapkan akan tercipta interaksi sosial yang tertib dan efektif di dalam masyarakat yang bersangkutan. Indonesia memiliki beragam suku bangsa di mana setiap suku bangsa memiliki adat tersendiri meskipun karena adanya sosialisasi nilai-nilai dan norma secara turun-temurun dan berkesinambungan dari generasi ke generasi menyebabkan suatu masyarakat yang ada dalam suatu suku bangsa yang sama akan memiliki adat dan kesopanan yang relatif sama.
e) Kesenjangan Ekonomi
Bagi sebagian negara berkembang, perekonomian akan menjadi salah satu perhatian yang terus ditingkatkan. Namun umumnya, masyarakat kita berada di golongan tingkat ekonomi menengah kebawah. Hal ini tentu saja menjadi sebuah pemicu adanya kesenjangan yang tak dapat dihindari lagi.
f) Kesenjangan Sosial
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dengan bermacam tingkat, pangkat, dan strata sosial yang hierarkis. Hal ini dapat terlihat dan dirasakan dengan jelas yaitu adanya penggolongan orang berdasarkan kasta.
Hal inilah yang dapat menimbulkan kesenjangan sosial yang tidak saja dapat menyakitkan, namun juga membahayakan bagi kerukunan masyarakat. Tak hanya itu, bahkan bisa menjadi sebuah pemicu perang antar etnis atau suku.
C. Pengaruh Keragaman Terhadap Kehidupan Beragama, Bermasyarakat, Bernegara, dan Kehidupan Global
Berdirinya negara Indonesia dilatarbelakangi oleh masyarakat yang demikian majemuk, baik secara etnis, geografis, kultural, maupun religius. Kita tidak dapat mengingkari sifat pluralistik bangsa kita. Sehingga kita perlu memberi tempat bagi berkembangnya kebudayaan suku bangsa dan kebudayaan beragama yang dianut oleh warga negara Indonesia. Masalah suku bangsa dan kesatuan-kesatuan nasional di Indonesia telah menunjukkan kepada kita bahwa suatu negara yang multietnik memerlukan suatu kebudayaan nasional untuk menginfestasikan peranan identitas nasional dan solidaritas nasional di antara warganya. Gagasan tentang kebudayaan nasional Indonesia yang menyangkut kesadaran dan identitas sebagai suatu bangsa telah dirancang saat bangsa kita belum merdeka.
Manusia secara kodrat diciptakan sebagai makhluk yang mengusung nilai harmoni. Perbedaan yang mewujud baik secara fisik maupun mental, sebenarnya merupakan kehendak Tuhan yang seharusnya dijadikan sebagai sebuah potensi untuk menciptakan sebuah kehidupan yang menjunjung tinggi toleransi. Di kehidupan sehari-hari, kebudayaan suku bangsa dan kebudayaan agama, bersama-sama dengan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara, mewarisi perilaku dan kegiatan kita. Berbagai kebudayaan itu beriringan, saling melengkapi. Bahkan mampu untuk saling menyesuaikan (fleksibel) dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi seringkali yang terjadi malah sebaliknya. Perbedaan-perbedaan tersebut menciptakan ketegangan hubungan antar anggota masyarakat. Hal ini disebabkan oleh sifat dasar yang selalu dimiliki oleh masyarakat majemuk sebagaimana dijelaskan oleh Van de Berghe:
1) Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang seringkali memiliki kebudayaan yang berbeda.
2) Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi kedalam lembaga-lembaga yang bersifat non-komplementer.
3) Kurang mengembangkan konsensus diantara para anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar.
4) Secara relatif seringkali terjadi konflik diantara kelompok yang satu dengan yang lainnya.
5) Secara relatif integrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling ketergantungan didalam bidang ekonomi.
6) Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain.
Realitas diatas harus diakui dengan sikap terbuka, logis dan dewasa karena dengannya, kemajemukan yang ada dapat dipertumpul. Jika keterbukaan dan kedewasaan sikap dikesampingkan, besar kemungkinan tercipta masalah-masalah yang menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa, seperti:
1) Disharmonisasi, adalah tidak adanya penyesuaian atas keragaman antara manusia dengan dunia lingkungannya. Disharmonisasi dibawa oleh virus paradoks yang ada dalam globalisasi. Paket globalisasi begitu memikat masyarakat dunia dengan tawarannya akan keseragaman global untuk maju bersama dalam komunikasi gaya hidup manusia yang bebas dan harmonis dalam tatanan dunia, dengan menyampingkan keunikan dan keberagaman manusia sebagai pelaku utamanya.
2) Perilaku diskriminatif terhadap etnis atau kelompok masyarakat tertentu akan memunculkan masalah yang lain, yaitu kesenjangan dalam berbagai bidang yang tentu saja tidak menguntungkan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
3) Eksklusivisme, rasialis, bersumber dari superioritas diri, alasannya dapat bermacam-macam, antara lain; keyakinannya bahwa secara kodrati ras/sukunya kelompoknya lebih tinggi dari ras/suku/kelompok lain.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk memperkecil masalah yang diakibatkan oleh pengaruh negatif dari keragaman, yaitu:
1) Semangat religious
2) Semangat nasionalisme
3) Semangat pluralism
4) Semangat humanism
5) Dialog antar umat beragama
6) Membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi hubungan antar agama, media massa, dan harmonisasi dunia.
Keterbukaan, kedewasaan sikap, pemikiran global yang bersifat inklusif, serta kesadaran kebersamaan dalam mengarungi sejarah, merupakan modal yang sangat menentukan bagi terwujudnya sebuah bangsa yang Bhineka Tunggal Ika. Menyatu dalam keragaman, dan beragam dalam kesatuan. Segala bentuk kesenjangan didekatkan, segala keanekaragaman dipandang sebagai kekayaan bangsa, milik bersama. Sikap inilah yang perlu dikembangkan dalam pola pikir masyarakat untuk menuju Indonesia Raya merdeka.
D. Problematika Diskriminasi
Diskriminasi adalah sikap tindakan yang melakukan pembedaan terhadap seseorang atau sekelompk orang berdasarkan ras, agama, suku, etnis, kelompok, golongan, status, dan kelas sosial-ekonomi, jenis kelamin, kondisi fisik tubuh, usia, orientasi seksual, pandangan ideologi dan politik, serta batas negara dan kebangsaan seseorang.
Tuntutan atas kesamaan hak bagi setiap manusia didasarkan pada prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM). Sifat dari HAM adalah universal dan tanpa pengecualian, tidak dapat dipisahkan, dan saling tergantung. Berangkat dari pemahaman tersebut seyogianya sikap-sikap yang didasarkan pada ethnosentrisme, rasisme, religius fanatisme, dan discrimination harus dipandang sebagai tindakan yang menghambat pengembangan kesederajatan dan demokrasi, penegakan hukun dalam rangka pemajuan dan pemenuhan HAM.
Pasal 281 Ayat (2) UUD NKRI 1945 telah menegaskan bahwa: “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.” Sementara itu pasal 3 UU no. 30 Tahun 1999 tentang HAM telah menegaskan bahwa “… setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat yang sama dan sederajat …” Ketentuan tersebut merupakan landasan hukum yang mendasari prinsip non-diskriminasi di Indonesia.
Pencantuman prinsip ini pada awal pasal dan berbagi instrumen hukum yang mengatur HAM pada dasarnya menunjukkan bahwa diskriminasi telah menjadi sebuah realitas yang problematik, sehingga:
1) Komunitas internasional telah mengakui bahwa diskriminasi masih terjadi di berbagai belahan dunia; dan
2) Prinsip nondiskriminasi harus mengawali kesepakatan antar bangsa untuk dapat hidup dalam kebebasan, keadilan dan perdamaian.
Dalam demokrasi, diskriminasi seharusnya telah ditiadakan dengan adanya kesetaraan dalam bidang hukum, kesederajatan dalam perlakuan adalah salah satu wujud ideal dalam kehidupan negara yang demokratis. Akan tetapi, berbagi penelitian dan pengkajian menunjukkan bahwa kondisi di Indonesia saat ini belum mencerminkan penerapan asas persamaan dimuka hukum secara utuh.
Pada dasarnya diskriminisai tidak terjadi begitu saja, akan tetapi karena adanya beberapa faktor penyebabnya, antara lain adalah:
1) Persaingan yang semakin ketat dalam berbagai bidang kehidupan, terutama ekonomi. Timbullah persaingan antara kelompok pendatang dan kelompok pribumi, yang kerap kali menjadi awal pemicu terjadinya diskriminasi.
2) Tekanan dan intimidasi biasanya dilakukan oleh kelompok yang dominan terhadap kelompok atau golongan yang lebih lemah. Aristoteles membagi masyarakat dalam suatu negara menjadi tiga kelompok; kaya, miskin, dan yang berada diantaranya. Kelompok-kelompok kaya (bangsawan, tuan tanah) biasanya melakukan intimidasi dan tekanan sehingga mendiskriminasikan orang-orang miskin.
3) Ketidakberdayaan golongan miskin akan intimidasi yang mereka dapatkan membuat mereka terus terpuruk dan menjadi korban diskriminasi.
Problematika lainnya yang timbul dan harus diwaspadai adalah adanya disintegrasi bangsa. Dari kajian yang dilakukan terhadap berbagai kasus disintegrasi bangsa dan bubarnya sebuah negara, dapat disimpulkan adanya enam faktor utama yang secara gradual bisa menjadi penyebab utama proses itu, yaitu:
1) Kegagalan kepemimpinan
Integrasi bangsa adalah landasan bagi tegaknya sebuah negara modern. Keutuhan wilayah negara amat ditentukan oleh kemampuan para pemimpin dan masyarakat warga negara memelihara komitmen kebersamaan sebagai suatu bangsa.
2) Krisis ekonomi yang akut dan berlangsung lama
Krisis di sektor ini selalu merupakan amat signifikan dalam mengawali lahirnya krisis yang lain (politik, pemerintahan, hukum dan sosial).
3) Krisis politik
Krisis politik merupakan perpecahan elite di tingakat nasional, sehingga menyulitkan lahirnya kebijakan utuh dalam mengatasai krisis ekonomi. Krisis politik juga dapat dilihat dari absennya kepemimpinan politik yang mampu membangun solidaritas sosial untuk secara solid menghadapi krisis ekonomi. Semua ini mengakibatkan kepemimpinan nasional semakin tidak efektif, maka kemampuan pemerintah dalam memberi pelayanan publik akan makin merosot.
4) Krisis sosial
Krisis sosial dimulai dari adanya disharmonisasi dan bermuara pada meletusnya konflik kekerasan diantara kelompok-kelompok masyarakat (suku, agama, ras).
5) Demoralisasi tentara dan polisi
Demoralisasi tentara dan polisi dalam bentuk pupusnya keyakinan mereka atas makna plaksanaan tugas dan tanggung jawabnya sebagai Bhayangkari negara. Demoralisasi itu, pada kadar yang rendah dipengaruhi oleh merosotnya nilai gaji yang mereka terima akibat krisis ekonomi.
6) Intervensi asing
Intervensi internasional yang bertujuan memecah belah, seraya mengambil keuntungan dari perpecahan itu melalui dominasi pengaruhnya terhadap kebijakan politik dan ekonomi negara-negara baru pasca disintegrasi. Intervensi itu bergerak dari yang paling lunak hingga berupa provokasi terhadap kelompok-kelompok yang berkonflik.
Salah satu hal yang dapat dijadikan solusi adalah Bhineka Tunggal Ika yang merupakan ungkapan yang menggambarkan masyarakat Indonesia yang “majemuk” atau “heterogen”. Masyarakat Indonesia terwujud sebagai hasil interaksi sosial dari banyak suku bangsa dengan beraneka ragam latar belakang kebudayaan, agama, sejarah, dan tujuan yang sama yang disebut Kebudayaan Nasional.
Terciptanya “tunggal ika” dalam masyarakat yang “bhineka” dapat diwujudkan melalui “integrasi kebudayaan” atau “integrasi nasional”. Dalam hubungan ini, pengukuhan ide “tunggal ika” yang dirumuskan dalam wawasan nusantara dengan menekankan pada aspek persatuan di segala bidang merupakan tindakan yang positif. Namun tentu saja makna Bhineka Tunggal Ika ini harus benar-benar dipahami dan menjadi sebuah pedoman dalam berbangsa dan bernegara.
1. Manusia Beradab dalam Keragaman
Hubungan antara kebudayaan dengan peradaban sangat erat. Peradaban adalah salah satu perwujudan kebudayaan yang bernilai tinggi, indah dan harmonis yang mencerminkan tingkat kebudayaan masyarakat yang bersangkutan, misalnya; adat, sopan santun, budi pekerti, budi bahasa, seni dan sebagainya.
Masyarakat sebagai suatu komunitas yang beragam penuh perbedaan pandangan bahkan kepentingan, Tuhan yang menciptakan manusia dalam keragamannya, dalam realitas kehidupan keragaman telah meluas dalam wujud perbedaan status, kondisi ekonomi, relasi, sosial dan sampai cita-cita perorangan maupun kelompok tanpa dilandasi sikap arif dalam memandang perbedaan akan menuai konsentrasi panjang berupa konflik dan bahkan kekerasan ditengah-tengah kita. Sebagaimana konsepsi dari SN Kartikasari adalah hubungan antara dua pihak atau lebih yang memiliki atau merasa memiliki sasaran yang tidak sejalan, pihak yang terlibat didalmnya bisa perorangan ataupun kelompok, yang pasti memiliki kepentingan dan sasaran yang hendak ditujunya.
Dalam hal ini maka terdapat teori yang menunjukkan penyebab konflik di tengah masyarakat, antara lain:
1) Teori hubungan masyarakat, memiliki pandangan bahwa konflik yang sering muncul di tengah masyarakat disebabkan polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbeda, perbedaan bisa dilatarbelakangi SARA bahkan pilihan ideology politiknya.
2) Teori identitas yang melihat bahwa konflik yang mengeras dimasyarakat tidak lain disebabkan identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan masa lau yang tidak terselesaikan.
3) Teori kesalahpahaman antar budaya, teori ini melihat konflik disebabkan ketidakcocokan dalam cara-cara berkomunikasi diantara budaya yang berbeda.
4) Teori transformasi yang memfokuskan pada penyebab terjadinya konflik adalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial-budaya dan ekonomi.
Realitas keragaman budaya bangsa ini tentu membawa konsekuensi munculnya persoalan gesekan antarbudaya, yang mempengaruhi dinamika kehidupan masyarakat, oleh sebab itu manusia yang beradab harus bersikap terbuka dalam melihat semua perbedaan dalam keragaman yang ada, menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan dan tidak menjadikan keragaman sebagai kekayaan bangsa, alat pengikat persatuan seluruh masyarakat dalam kebudayaan yang beraneka ragam.
Faktor-faktor Terjadinya Perubahan Sosial-Budaya
Faktor-faktor pendorong yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial ada dua macam, yaitu yang berasal dari luar masyarakat dan dari dalam masyarakat itu sendiri.
a) Faktor yang Berasal dari Luar Masyarakat
1) Akulturasi atau cultural contact
Suatu kebudayaan tertentu yang dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing yang sedemikian rupa sehingga lambat laun unsur-unsur kebudayaan asing tersebut melebur atau menyatu ke dalam kebudayaan sendiri, tetapi tidak menyebabkan hilangnya kepribadian.
2) Difusi
Penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari suatu tempat ke tempat lain, sedikit demi sedikit, hal ini berlangsung berkaitan dengan terjadinya perpindahan atau penyebaran manusia dari satu ke tempat lain.
3) Penetrasi
Masuknya unsur-unsur kebudayaan asing secara paksa, sehingga merusak kebudayaan bangsa yang didatangi penetrasi tersebut, dinamakan penetration violent, misalnya ketika bangsa Spanyol dan Portugis datang ke Amerika Latin sehingga kebudayaan Maya dan Inka menjadi musnah. Selain itu masih ada jenis penetrasi lain, yaitu masuknya unsur kebudayaan asing dengan tidak sengaja dan tanpa paksaan dalam kebudayaan setempat sehingga saling mempengaruhi, penetrasi semacam ini disebut Penetration Pasifique, seperti masuknya agama dan kebudayaan Hindu, Budha, Islam ke dalam kebudayaan Indonesia.
4) Invasi
Masuknya unsur-unsur kebudayaan asing kedalam kebudayaan setempat dengan peperangan (penaklukan) bangsa asing terhadap bangsa lain, penaklukan itu pada umumnya dilanjutkan dengan penjajahan, selama masa penjajahan itulah terjadi pemaksaan masuknya unsur-unsur asing kedalam kebudayaan bangsa-bangsa terjajah.
5) Asimilasi
Proses penyesuaian seseorang atau kelompok orang asing terhadap kebudayaan setempat.
6) Hibridisasi
Perubahan kebudayaan yang disebabkan oleh perkawinan campuran antara orang asing dengan penduduk setempat. Hibridisasi umumnya bersifat individu, walaupun tidak menutup kemungkinan perubahan akibat perkawinan campuran meluas hingga kelingkungan masyarakat sekelilingnya, akibat hibridisasi ialah munculnya kebudayaan baru, yaitu setengah kebudayaan asing dan setengah kebudayaan setempat.
7) Milenarisme
Salah saru bentuk gerakan kebangkitan, yang berusaha mengangkat golongan masyarakat bawah yang tertindas dan telah lama menderita dalam kedudukan sosial yang rendah dan memiliki ideologi subkultural yang baru.
b) Perubahan yang Terjadi karena Pengaruh dari Dalam
1) Sistem pendidikan yang maju
· Inovasi adalah pembauran unsur teknologi dan ekonomi dari kebudayaan
· Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan yang baru, baik berupa alat ataupun ide baru yang diciptakan oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu masyarakat
· Invention adalah pendapatan atau perolehan hal-hal baru yang dilakukan melalui usaha yang sungguh-sungguh walaupun melalui trial and error
· Enkulturasi atau pembudayaan ialah suatu proses manusia mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya dengan sitem norma (meliputi norma susila, adat, hukum, dan agama) yang hidup dalam masyarakat
2) Menghargai hasil karya orang lain.
3) Adanya keterbukaan di dalam masyarakat.
4) Adanya toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation).
5) Penduduk yang heterogen.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
a) Keragaman adalah suatu kondisi dalam masyarakat di mana terdapat perbedaan-perbedaan dalam berbagai bidang, terutama suku bangsa dan ras, agama dan keyakinan, ideologi, adat kesopanan, serta situasi ekonomi.
b) Kesederajatan adalah suatu kondisi di mana dalam perbedaan dan keragaman yang ada manusia tetap memiliki satu kedudukan yang sama dan satu tingkatan hierarki.
c) Unsur-unsur Keragaman dalam Masyarakat Indonesia yaitu Suku Bangsa dan Ras, Agama dan Keyakinan, Ideologi dan Politik, Tata Krama, Kesenjangan Ekonomi serta Kesenjangan Sosial
d) Jika keterbukaan dan kedewasaan sikap dikesampingkan, besar kemungkinan tercipta masalah-masalah yang menggoyahkan persatuan dan kesatuan bangsa, seperti: Disharmonisasi, Perilaku diskriminatif serta Eksklusivisme, rasialis.
e) Diskriminasi adalah sikap tindakan yang melakukan pembedaan terhadap seseorang atau sekelompk orang berdasarkan ras, agama, suku, etnis, kelompok, golongan, status, dan kelas sosial-ekonomi, jenis kelamin, kondisi fisik tubuh, usia, orientasi seksual, pandangan ideologi dan politik, serta batas negara dan kebangsaan seseorang.
f) Problematika diskriminasi yang timbul dan harus diwaspadai adalah adanya disintegrasi bangsa. Dari kajian yang dilakukan terhadap berbagai kasus disintegrasi bangsa dan bubarnya sebuah negara, dapat disimpulkan adanya enam faktor utama yang secara gradual bisa menjadi penyebab utama proses itu, yaitu: Kegagalan kepemimpinan, Krisis ekonomi yang akut dan berlangsung lama, Krisis politik, Krisis social, Demoralisasi tentara dan polisi, serta Intervensi asing.
B. Saran
Salah satu hal yang dapat dijadikan solusi adalah Bhineka Tunggal Ika yang merupakan ungkapan yang menggambarkan masyarakat Indonesia yang “majemuk” atau “heterogen”. Masyarakat Indonesia terwujud sebagai hasil interaksi sosial dari banyak suku bangsa dan beraneka ragam latar belakang kebudayaan, agama, sejarah, dan tujuan yang sama yang disebut Kebudayaan Nasional. Terciptanya “tunggal ika” dalam masyarakat yang “bhineka” dapat diwujudkan melalui “integrasi kebudayaan” atau “integrasi nasional”. Dalam hubungan ini, pengukuhan ide “tunggal ika” yang dirumuskan dalam wawasan nusantara dengan menekankan pada aspek persatuan disegala bidang merupakan tindakan yang positif. Namun tentu saja makna Bhineka Tunggal Ika ini harus benar-benar dipahami dan menjadi sebuah pedoman dalam berbangsa dan bernegara.
0 komentar:
Posting Komentar