Alangkah inginnya kita selalu memiliki perasaan itu; nyaman dalam keimanan sekaligus membanggakannya. Rasa yang semoga selalu hadir dan tidak pernah meninggalkan kita selama-lamanya. Buah dari penghargaan akan nikmat Allah bernama iman, juga pemahaman atas kalimat tauhid “Laa ilaaha illallah”.
Namun alangkah sulit memperolehnya. Sebab kita tak bisa selalu memenangkan setiap ujian. Sebab iman kita berfluktuasi sepanjang perjalanan hidup, sesuai penjagaan kita atas kualitasnya, dalam taat dan maksiat yang kita lakukan. Ia menebal menipis, menguat melemah, muncul tenggelam, atau bahkan sempat menghilang tanpa kita sadari.
Di sepanjang jalan kebenaran inilah, manajemen kesabaran untuk istiqamah di atasnya menemukan bentuknya. Bersama nafsu yang terus memberontak, menghendaki dunia yang terus bersolek dan menggoda, kalbu yang tak kunjung terbebas dari penyakit yang mengeruhkan kesuciannya, juga setan yang tak lelah memperdayaa, kita berjuang mempertahankan iman. Berbagai kesulitan, berbilang kelelahan, dan sejumlah besar ujian menghadang di hadapan, sulit, rumit, berat, dan menjerat, meski kita menempuh jalan dakwah dan sibuk dengan berbagai aktifitas untuk islam.
Kapankah semua ini akan berakhir, jika kedatangannya bertubi-tubi serupa air bah? Akankah kita memenanginya, atau malah menyerah kalah? Sering, rasa takut gagal dan tidak bisa tegar menghadapi dan menanggung berbagai macam cobaan menyelinap dalam jiwa. Itu menyesakkan dada dan menggetarkan pijatan kaki.
Dan jika rasa lelah mendera, bermusahabah adalah solusinya. Akankah kita berhenti jika perjalanan sudah sejauh ini? Sebab, bisa jadi ia sudah mengambil separuh, bahkan lebih usai kita. Bukankah hanya sedikit lagi yang tersisa, hanya sebentar lagi waktu yang ada?
Tentu kita tidak ingin menyi-nyiakan amal shalih yang pernah ada. Kapayahan dan kepenatan yang pernah kita alami, hanya membutuhkan kesabaran sedikit lagi. Sesaat saja!
Maka kita harus bersabar, dan lebih banyak lagi bersabar. Berjuang lebih keras untuk mengupayakan berbagai penopang kesabaran, sebab ia sangat berguna. Hingga Allah memberi rezeki berupa kemampuan untuk bersabar. “Barangsiapa berusaha bersabar, maka Allah akan memampukannya untuk bersabar,” demikian Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam pernah bersabda.
Pada banyak halnya, selain pencapaian derajat iman tertentu, berbagai kesulitan yang menghadang, seringkali membuat kita mengerti dan memahami makna iman, beserta hikmah yang terkandung di dalamnya, jauh lebih dalam. Teks-teks yang pernah kita pelajari dan hafalkan seperti tawakal, inabah, khasyyah, taubat, yakin, dan ridha, memberi rasa manis berbeda, yang tidak bisa kita capai sebelumnya, di ruang-ruang kelas itu.
Maka alangkah indahnya jika buah dari kehulangan adalah bersimpuhnya kita di hadapan Allah, seraya menangis dalam kefakiran yang nyata kepada-Nya, serta melazimi khalwat yang intim denganNya. Insya Allah, tidak akan ada yang sia-sia. Maka, marilah kita bekerja! Sebab Allah, rasul-Nya, dan orang-orang beriman akan melihat pekerjaan kita.
Sumber : Majalah Ar-risalah edisi 107
0 komentar:
Posting Komentar